Rumah / Memandu / 10 Masalah SDM Paling Umum & Solusinya yang Jarang Dibicarakan

10 Masalah SDM Paling Umum & Solusinya yang Jarang Dibicarakan

HR Issues

Diterbitkan pada

Anda mungkin sudah berurusan dengan mempekerjakan, penggajian, dan pembaruan kebijakan. Inilah tanggung jawab SDM yang biasanya paling banyak mendapat perhatian. Namun, bagaimana dengan masalah yang tidak muncul dalam laporan? Masalah yang perlahan memengaruhi budaya, moral, dan retensi?

HR Issues

Berdasarkan GallupHanya 50% karyawan yang mengatakan mereka tahu apa yang diharapkan dari mereka di tempat kerja. Artinya, separuh karyawan Anda mungkin bekerja dalam kebingungan atau diam, hanya untuk bertahan hidup, bukannya berkembang. 

Inilah isu-isu yang tidak terlalu mencolok, tetapi justru paling berbahaya jika diabaikan. Bayangkan karyawan yang hadir tetapi tidak terlibat, atau manajer yang menjauhkan orang-orang baik karena mereka tidak pernah dilatih untuk memimpin. Mari kita telusuri sepuluh isu ini. Tantangan SDM yang dihadapi banyak tim tetapi jarang dibicarakan. Ini adalah masalah nyata dan manusiawi yang diam-diam memengaruhi kinerja dan kepuasan.

HR Issues

Anda tidak hanya akan belajar mengenalinya. Anda juga akan mendapatkan solusi sederhana dan praktis yang dapat langsung Anda gunakan. Memperbaiki masalah tersembunyi ini dapat meningkatkan moral, meningkatkan retensi, dan membangun budaya tempat kerja yang lebih kuat. 

10 Masalah SDM di Tempat Kerja (dan Cara Mengatasinya) 

Anda sudah mengelola perekrutan, penggajian, dan kepatuhan. Tapi bagaimana dengan masalah SDM yang tak banyak dibicarakan? Masalah yang muncul diam-diam dan merusak moral, kinerja, dan kepercayaan? Mulai dari kelelahan hingga promosi yang bias, masalah-masalah ini seringkali tak terlihat hingga terlambat. Kebanyakan organisasi mengabaikannya, bukan karena mereka tidak peduli, tetapi karena masalah ini sulit dikenali dan diakui.

Dalam daftar ini, Anda akan mengungkap sepuluh tantangan SDM tersembunyi yang mungkin memengaruhi karyawan Anda saat ini. Dan untuk masing-masing tantangan, Anda akan mendapatkan solusi praktis yang dapat Anda terapkan mulai hari ini.

1. “Presenteeism” – Pembunuh Produktivitas Tersembunyi 

Anda melihat tim Anda di meja mereka. Mereka bergabung dalam rapat. Mereka membalas email. Tapi apakah mereka benar-benar hadir?

HR Issues

Presenteeism terjadi ketika karyawan hadir secara fisik tetapi tidak terlibat secara mental. Mereka mungkin lelah, kewalahan, atau kelelahan. Mereka hanya melakukan hal-hal minimum untuk bertahan hidup. Biayanya tidak terlihat, tetapi sangat besar. Proyek melambat. Kualitas menurun. Semangat kerja merosot. Ini bukan tentang ketidakhadiran. Ini tentang hadir tanpa benar-benar berkontribusi.

Mengapa Hal Ini Diabaikan

Mengukur ketidakhadiran memang mudah. Yang lebih sulit adalah mengukur seseorang yang hadir tetapi tidak hadir. Banyak manajer keliru berasumsi bahwa jika seseorang berada di kantor atau daring, mereka produktif. Padahal, asumsi itu tidak selalu benar.

Solusinya

  • Dukung Kesehatan Mental Secara Proaktif: Tawarkan jam kerja fleksibel, hari-hari kesehatan mental, dan akses konseling rahasia. Normalisasikan penggunaannya.
  • Manajer Kereta Api untuk Mendeteksi Kelelahan: Ajari para manajer untuk memperhatikan tanda-tanda seperti energi yang rendah, tenggat waktu yang terlewat, atau perilaku menarik diri. Fokuslah pada hasil, bukan hanya jam kerja.
  • Membangun Budaya Kepercayaan: Biarkan orang-orang bersuara saat mereka sedang kesulitan. Hilangkan rasa takut. Ciptakan ruang untuk percakapan jujur tentang beban kerja dan kesejahteraan.

2. “Pajak Loyalitas” – Menghukum Karyawan Jangka Panjang 

Anda merekrut karyawan baru dan menawarkan gaji yang kompetitif. Namun, bagaimana dengan karyawan setia yang telah bekerja di posisi yang sama selama bertahun-tahun? 

Seringkali, anggota tim yang sudah lama bekerja mendapatkan gaji lebih rendah daripada karyawan baru dengan peran serupa. Kesenjangan gaji ini menimbulkan rasa kesal. Hal ini mengirimkan pesan bahwa loyalitas tidak ada gunanya. Seiring waktu, hal ini mendorong mereka untuk berpindah-pindah pekerjaan hanya demi mendapatkan gaji yang pantas. Hukuman diam-diam ini disebut "pajak loyalitas.

Mengapa Hal Ini Diabaikan

Masalah ini sering terjadi secara tidak sengaja. Tim SDM berfokus pada penyesuaian gaji pasar untuk menarik talenta baru. Namun, mereka lupa memeriksa kesetaraan internal. Akibatnya, karyawan yang loyal tertinggal.

Solusinya

  • Jalankan Audit Gaji Secara Rutin: Tinjau gaji setidaknya setahun sekali. Bandingkan gaji internal dengan standar pasar dan perbaiki kesenjangan yang tidak adil.
  • Bagikan Rentang Gaji Transparan: Beri tahu karyawan kisaran gaji untuk setiap peran. Ini membangun kepercayaan dan menghilangkan spekulasi.
  • Hadiahi Loyalitas dengan Cara Nyata: Berikan penghargaan yang bermakna bagi karyawan yang telah lama bekerja, seperti liburan tambahan, bonus retensi, atau opsi saham. Tunjukkan bahwa mereka berarti.

3. “Career Cushioning” – Kebangkitan Pencari Kerja Rahasia 

Karyawan Anda mungkin tersenyum saat rapat dan memenuhi tenggat waktu. Namun di balik layar, banyak yang sibuk menjelajahi situs lowongan kerja, menyempurnakan resume, dan menyusun rencana cadangan. Persiapan diam-diam ini disebut bantalan karir.

Orang-orang melakukan ini karena mereka tidak melihat masa depan di tempat mereka berada. Mereka bertahan untuk saat ini, tetapi mereka siap untuk pergi begitu sesuatu yang lebih baik muncul.

Hal ini menciptakan tim yang terlihat stabil tetapi selalu berjarak satu email dari pergantian pemain.

Mengapa Hal Ini Diabaikan

Jika tidak ada yang mengeluh, para pemimpin sering berasumsi semua orang senang. Namun, diam bukan berarti puas. Banyak karyawan yang diam-diam melepaskan diri sebelum keluar dari kantor.

Solusinya

  • Mempromosikan Mobilitas Internal: Permudah proses melamar posisi internal. Dorong pergerakan di dalam perusahaan agar karyawan dapat berkembang tanpa harus keluar.
  • Buat Rencana Pengembangan: Bekerja samalah dengan setiap karyawan untuk membangun jalur yang jelas ke depan. Tawarkan kesempatan belajar dan dukungan.
  • Adakan “Wawancara Menginap”:  Tanyakan kepada karyawan mengapa mereka bertahan dan apa yang mungkin membuat mereka pergi. Gunakan informasi ini untuk meningkatkan retensi.

4. “Kesenjangan Manajerial” – Mempromosikan Para Ahli, Menciptakan Atasan yang Buruk 

Anda mengambil karyawan terbaik Anda dan mempromosikannya menjadi manajer. Sepertinya itu imbalan yang tepat. Namun, menjadi hebat dalam pekerjaan tidak berarti hebat dalam memimpin orang lain.

Banyak manajer baru tidak pernah terlatih dalam memimpin orang. Mereka kesulitan dengan pendelegasian, konflik, dan motivasi tim. Akibatnya, seluruh tim terdampak. Semangat kerja menurun. Perputaran karyawan meningkat. Produktivitas pun tersendat.

Anda tidak hanya kehilangan kontributor individu yang kuat. Anda juga mendapatkan manajer yang lemah.

Mengapa Hal Ini Diabaikan

Perusahaan mengikuti jalur tradisional. Promosikan karyawan berkinerja terbaik. Namun, hanya sedikit organisasi yang menawarkan jalur alternatif bagi para ahli teknis. Dan pelatihan kepemimpinan seringkali dilewati atau terburu-buru.

Solusinya

  • Menawarkan Jalur Karier Ganda: Biarkan orang berkembang tanpa perlu menjadi manajer. Ciptakan jalur "pakar" yang jelas di samping jalur "manajer".
  • Jadikan Pelatihan Kepemimpinan Wajib: Tak seorang pun boleh memimpin tim tanpa terlebih dahulu belajar cara memimpinnya. Ajarkan keterampilan seperti komunikasi, umpan balik, resolusi konflik, dan pengembangan tim.
  • Gunakan Umpan Balik 360 Derajat: Berikan karyawan kesempatan bersuara. Biarkan mereka menilai manajer mereka secara anonim. Gunakan hasilnya untuk mendukung pertumbuhan kepemimpinan. 

5. “Bias Kedekatan” di Tempat Kerja Hibrida 

Anda masuk ke kantor dan mengobrol dengan beberapa anggota tim. Mereka adalah prioritas utama. Jadi, ketika ada proyek baru, Anda memilih salah satu dari mereka.

Sementara itu, tim jarak jauh Anda diam-diam kehilangan kesempatan.

Ini bias kedekatanHal ini terjadi ketika para pemimpin memberikan lebih banyak perhatian, kesempatan, dan pujian kepada mereka yang lebih sering mereka temui secara langsung. Dalam sistem hibrida, bias ini menciptakan keuntungan yang tidak adil dan merusak persatuan tim.

Karyawan jarak jauh merasa tidak terlihat. Mereka kehilangan motivasi dan akhirnya mungkin akan berhenti.

Mengapa Hal Ini Diabaikan

Para manajer tidak selalu menyadari bahwa mereka melakukannya. Biasnya tidak disadari. Namun, dampaknya nyata dan merugikan.

Solusinya

  • Gunakan Alat Komunikasi Bersama: Andalkan perangkat digital seperti Slack atau Teams untuk pembaruan dan kolaborasi. Pastikan semua orang, di mana pun mereka bekerja, selalu mendapatkan informasi terkini.
  • Fokus pada Hasil, Bukan Visibilitas: Tinjau kinerja berdasarkan hasil dan tujuan. Jangan bergantung pada siapa yang lebih hadir secara fisik.
  • Berlatih Melawan Bias: Ajari para manajer untuk mengenali dan mengatasi bias kedekatan. Gunakan contoh nyata dan strategi praktis.

6. “Kekeliruan Umpan Balik” – Umpan Balik yang Lebih Banyak Tidak Selalu Lebih Baik 

Anda terus mendengarnya: “Berikan lebih banyak masukan.” Jadi, tim mulai memberikannya secara konstan. Namun, sebagian besarnya terburu-buru, tidak jelas, atau terlalu kritis.

Alih-alih membantu orang berkembang, hal itu justru menciptakan ketegangan. Karyawan merasa dihakimi, bukannya didukung. Mereka menjadi defensif atau menutup diri sepenuhnya. Hal ini menyebabkan kecemasan dan komunikasi yang buruk.

Umpan balik yang lebih banyak tidak selalu membantu. Yang penting adalah Bagaimana itu diberikan.

Mengapa Hal Ini Diabaikan

"Umpan balik" terdengar seperti hal yang baik, jadi tidak ada yang mempertanyakannya. Namun, umpan balik yang tidak terlatih justru dapat lebih banyak merugikan daripada menguntungkan, terutama jika hanya berfokus pada kekurangan.

Solusinya

  • Gunakan Feedforward sebagai pengganti Feedback: Fokuslah pada apa yang bisa dilakukan seseorang dengan lebih baik di lain waktu, bukan hanya pada kesalahan yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Jaga agar percakapan tetap fokus pada masa depan.
  • Membangun Kekuatan: Bantu karyawan berkembang dengan mengembangkan apa yang sudah mereka kuasai. Beralihlah dari memperbaiki kelemahan ke mengembangkan potensi.
  • Siapkan Check-in Terstruktur: Ganti umpan balik acak dengan rapat rutin berbasis agenda. Pastikan mereka fokus pada kemajuan, tujuan, dan perkembangan—bukan hanya pada masalah.

7. Atasan yang “Dijadikan Senjata” – Menggunakan Kebijakan untuk Menghukum 

Seorang manajer tidak menyukai seorang karyawan. Alih-alih mengatasinya secara langsung, mereka justru membangun kasus. Mereka mendokumentasikan setiap kesalahan kecil. Keterlambatan login. Email yang terlewat. Formulir yang terlupakan.

Kebijakan menjadi senjata.

Hal ini menjadikan HR sebagai alat penegakan hukum, bukan sistem pendukung. Hal ini merusak kepercayaan. Karyawan takut kepada HR, alih-alih meminta bantuan mereka.

Mengapa Hal Ini Diabaikan

Sepertinya sang manajer hanya mengikuti aturan. Di atas kertas, semuanya tampak wajar. Namun, polanya menunjukkan masalah yang lebih mendalam—bias, favoritisme, atau bahkan pembalasan.

Solusinya

  • Posisikan SDM sebagai Pihak Netral: HR seharusnya tidak hanya menegakkan hukum. HR seharusnya mendengarkan, mengajukan pertanyaan, dan memeriksa konteks secara menyeluruh. Setiap kasus membutuhkan tinjauan yang adil dan berimbang.
  • Carilah Pola, Bukan Kejadian Sekali Saja: Fokuslah pada perilaku yang berulang, bukan kesalahan yang terisolasi. Konsistensi lebih penting daripada kesempurnaan.
  • Minta Manajer Bertanggung Jawab: Pantau moral dan pergantian tim di tingkat tim. Jika pola konflik muncul di bawah satu manajer, saatnya untuk turun tangan.

8. Perangkap “Pencucian Kesejahteraan” 

Perusahaan Anda menawarkan aplikasi yoga, mangkuk buah, dan "Rabu Sehat". Namun, tim Anda masih stres, kewalahan, dan kelelahan.

Ini mencuci kesejahteraanArtinya, menawarkan fasilitas yang dangkal tanpa memperbaiki akar penyebab stres yang lebih dalam. Orang-orang menyadarinya. Mereka berhenti memercayai kepemimpinan. Budaya tersebut menjadi beracun, meskipun tampak sehat di permukaan.

Mengapa Hal Ini Diabaikan

Memberikan tunjangan memang mudah. Namun, yang lebih sulit adalah mengubah hal-hal seperti beban kerja, kepemimpinan yang buruk, atau ekspektasi yang negatif. Oleh karena itu, perusahaan berhenti pada solusi yang mudah.

Solusinya

  • Temukan Masalah Sebenarnya: Gunakan survei anonim untuk menanyakan tentang stres. Perhatikan beban kerja, tenggat waktu, dan dinamika tim. Jangan berasumsi masalah teratasi dengan aplikasi meditasi.
  • Pimpin dengan memberi contoh: Para pemimpin seharusnya beristirahat, memanfaatkan waktu istirahat, dan menunjukkan bahwa kesejahteraan itu penting. Jika atasan tidak pernah melepaskan diri, orang lain pun tidak akan melakukannya.
  • Membangun Kesejahteraan dalam Pekerjaan: Tetapkan tenggat waktu yang realistis. Batasi email di luar jam kerja. Jadikan kinerja berkelanjutan sebagai bagian dari pengukuran kesuksesan.

9. “Kesenjangan Generasi” vs. Kebutuhan “Tahap Kehidupan” 

Orang-orang sering menyalahkan ketegangan di tempat kerja pada generasi. Mereka mengatakan hal-hal seperti "Gen Z tidak mau bekerja" atau "Generasi Boomer tidak beradaptasi." Namun, label-label ini menyembunyikan masalah sebenarnya.

Seringkali konflik berasal dari kebutuhan tahap kehidupan, bukan usia. Orang tua dengan anak kecil memiliki prioritas yang berbeda dengan lulusan baru atau seseorang yang hampir pensiun. Perbedaan ini ada di semua generasi.

Bila kita mengandalkan stereotip, kita mengabaikan apa yang sesungguhnya dibutuhkan orang.

Mengapa Hal Ini Diabaikan

Lebih mudah mengatakan "Generasi Milenial menginginkan ini" atau "Generasi Z membutuhkan itu" daripada benar-benar menanyakan apa yang penting bagi mereka. Namun, generalisasi ini justru mengarah pada kebijakan yang buruk dan kesalahpahaman.

Solusinya

  • Menawarkan Manfaat yang Fleksibel dan Sesuai Tahap Kehidupan: Susunlah daftar manfaat untuk berbagai kebutuhan: dukungan pengasuhan anak, perawatan lansia, jadwal fleksibel, atau pengembangan profesional. Biarkan setiap orang memilih yang paling sesuai.
  • Siapkan Mentoring Lintas Generasi: Pasangkan anggota tim dari kelompok usia yang berbeda. Biarkan mereka saling belajar dan membangun rasa saling menghormati.
  • Jelaskan “Mengapa” di Balik Kebijakan: Saat Anda memperkenalkan manfaat atau aturan baru, jelaskan tujuannya. Hal ini membantu berbagai kelompok memahami dan mendukungnya.

10. “Data Berlebih, Wawasan Kurang” 

Sistem SDM Anda melacak segalanya—skor keterlibatan, tingkat pergantian karyawan, jam pelatihan, dan banyak lagi. Namun, memiliki semua data ini bukan berarti Anda tahu apa yang harus dilakukan dengannya.

Banyak tim SDM kewalahan dengan dasbor dan laporan. Mereka mengumpulkan data tetapi kesulitan mengubahnya menjadi tindakan yang jelas dan bermanfaat. Hal ini menyebabkan kelebihan data dan kekurangan wawasan.

Keputusan tertunda. Masalah tak disadari. Pemimpin merasa terinformasi, tetapi sebenarnya tidak ada yang berubah.

Mengapa Hal Ini Diabaikan

Mengumpulkan data terasa produktif. Namun, analisis membutuhkan waktu, keterampilan, dan fokus. Tanpa itu, data hanya akan terbengkalai begitu saja.

Solusinya

  • Mulailah dengan Pertanyaan yang Tepat: Sebelum Anda membuat laporan, tanyakan: "Apa yang ingin kita selesaikan?" Biarkan kebutuhan bisnis memandu penggunaan data Anda.
  • Berinvestasi dalam Keterampilan Analisis SDM: Latih tim Anda untuk memahami tren, menjalankan laporan, dan berbagi wawasan. Atau, rekrut analis SDM yang ahli data untuk membantu.
  • Ceritakan Kisah dengan Data Anda: Jangan hanya menunjukkan angka. Jelaskan artinya. Misalnya: "Omzet kami 15%, tetapi di satu departemen, omzetnya 40%—dan itu menghabiskan biaya $100K per kuartal."

Masalah SDM tidak selalu muncul dalam laporan atau wawancara keluar. Banyak di antaranya yang berkembang perlahan, seperti karyawan yang tidak terlibat, kesenjangan gaji yang tidak adil, bias yang tidak terkendali, atau kurangnya kesempatan untuk berkembang. Inilah pembunuh budaya yang sebenarnya.

Tingkatkan Retensi Karyawan, Budaya & Pertahankan Talenta Terbaik

Anda sekarang tahu sepuluh masalah SDM yang kurang mendapat perhatian. Ini bukan masalah kebijakan. Melainkan masalah kemanusiaan. Masalah-masalah ini muncul secara diam-diam, seperti rendahnya keterlibatan, pencarian kerja yang sepi, atau promosi yang terlewat. Namun, masalah-masalah ini menimbulkan dampak paling buruk jika diabaikan.

Jika Anda ingin membangun tempat kerja yang kuat dan tepercaya, Anda perlu melakukan lebih dari sekadar perbaikan di permukaan. Anda perlu memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam budaya, dalam pikiran tim Anda, dan dalam cara manajer memimpin. Mulailah dari yang kecil dengan memilih satu atau dua masalah yang terasa familiar di organisasi Anda. Diskusikan dengan tim Anda. 

Lihatlah solusinya. Buat satu perubahan bulan ini. Dampak nyata bagi SDM bukanlah tentang menjadi sempurna. Ini tentang memiliki keberanian untuk memperbaiki apa yang diabaikan orang lain. Membangun tempat kerja yang hebat bukanlah tentang menghindari masalah. Ini tentang memilih untuk menghadapi masalah yang tepat dan menyelesaikannya untuk selamanya. Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat dan ingin lebih banyak wawasan tentang topik seperti ini, pastikan untuk berlangganan blog kamiUntuk diskusi, tips, dan jaringan secara langsung, bergabunglah dengan kami Komunitas Facebook dan terhubung dengan sesama profesional SDM dan pemimpin bisnis.